08.00 - 16.00
Senin - Jum'at
Sahabat Al Lathif,
Mari kita melakukan perjalanan menelusuri sejarah yang panjang dan menarik tentang surat. Dari lembaran tanah liat di Mesir hingga surat elektronik di era modern, surat telah menjadi saksi bisu dari peradaban manusia.
Mesir dan Persia: Awal Pengiriman Surat
Sekitar tahun 2000 SM, Mesir menjadi pelopor dalam sistem pengiriman pos. Awalnya, surat berisikan dokumen pemerintah yang dikirim menggunakan kuda atau kereta kuda. Di Mesir, surat-surat dibungkus dengan kain, kulit binatang, atau bagian sayuran. Bahkan, ada yang menggunakan tanah liat yang dibakar sebagai amplop. Sementara itu, pada tahun 600 SM, di bawah kekuasaan Cyrus, kekaisaran Persia mengadopsi sistem pengiriman pesan terintegrasi yang disebut angariae, di mana pengendara kuda (Chapar) berhenti di titik-titik pos tertentu (Chapar-Khaneh) untuk mengganti kuda, memastikan kecepatan maksimal dalam pengiriman pesan.
Dinasti Chou dan Dinasti Han di Tiongkok
Sahabat Al Lathif, di sisi lain dunia, Dinasti Chou di Tiongkok pada 1122-1121 SM telah memulai pelayanan pos. Sistem ini berkembang pesat pada masa Dinasti Han (202 SM - 220) yang memperluas jangkauan pengiriman hingga menjalin hubungan dengan Romawi. Pengiriman pesan dilakukan oleh beberapa orang yang bergantian menyampaikan pesan tiap radius sembilan mil atau sekitar empat belas koma lima kilometer.
Kekaisaran Maurya di India
Kekaisaran Maurya (322-185 SM) di India Kuno juga memperlihatkan perkembangan yang signifikan dalam sistem pengiriman pesan. Mereka menggunakan kereta terbuka yang ditarik oleh kuda yang disebut Dagana. Pada masa ini, pengiriman pesan dilakukan tidak hanya oleh pemerintah tetapi juga oleh masyarakat awam yang mengirimkan surat kepada kerabat yang tinggal berjauhan.
Romawi: Pelayanan Pos yang Canggih
Kerajaan Romawi Suci, di bawah Kaisar Augustus, membangun sistem pelayanan pos yang canggih pada tahun 14 yang mencakup seluruh dataran Mediterania. Sistem ini memungkinkan pergantian pengantar pengirim pesan setiap seratus tujuh puluh mil atau sekitar dua ratus tujuh puluh kilometer dalam waktu dua puluh empat jam. Namun, sistem ini akhirnya runtuh pada abad kesembilan di Eropa karena ketidakseimbangan antara jumlah surat yang dikirim dan waktu yang dibutuhkan untuk pengiriman.
Renaisans hingga Era Modern
Walaupun kerajaan-kerajaan di Barat mulai hancur, sistem pelayanan pos tetap bertahan hingga abad kesembilan. Di Timur, Kekaisaran Bizantium mempertahankan sistem ini lebih lama karena adanya penyerapan oleh kerajaan Islam di Baghdad. Dengan perkembangan bisnis internasional, perusahaan-perusahaan mulai membangun pelayanan pos sendiri. Hingga abad 13, hubungan korespondensi bisnis antara pusat-pusat komersial di Florence, Genoa, dan Siena dengan Prancis Utara semakin intens. Namun, dengan menguatnya negara-bangsa di Eropa, muncul tuntutan mengenai hak privasi atas surat yang dikirimkan. Pada akhirnya, pada tahun 1680, William Dockwra membuka pelayanan pos privat yang menggunakan metode prabayar.
Perposan di Indonesia
Sahabat Al Lathif, perposan di Indonesia sudah dimulai sejak zaman Kerajaan Majapahit, Sriwijaya, dan Tarumanegara dalam bentuk tertulis atau surat menyurat. Huruf yang digunakan adalah huruf Palawa yang menjadi aksara Jawa. Surat-surat beredar di kalangan biarawan dan bangsawan seiring dengan masuknya Hindu dan Buddha di Indonesia.
Kedatangan Belanda turut memengaruhi perkembangan surat-menyurat di Indonesia. Pada tahun 1746, kantor pos resmi pertama dibangun di Jakarta oleh Gubernur Jenderal G.W. Baron van Imhoff untuk memfasilitasi dan menjamin keamanan surat-surat. Selanjutnya, pada masa pemerintahan Daendels, dibangun jalan raya pos Anyer-Panarukan pada 1809 yang terinspirasi dari jalan pos Kekaisaran Romawi.
Setelah merdeka, Indonesia mengalami perombakan besar dalam sistem pos. Pada 27 Desember 1945, Jawatan Pos Telegraf dan Telepon (PTT) diambil alih dari Jepang dan menjadi bagian dari sejarah pos Indonesia yang kita kenal saat ini.
Sistem pengiriman surat terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi. Surat udara pertama diangkut dari Paris pada tahun 1870 menggunakan balon udara, sedangkan surat elektronik pertama ditemukan pada 1970 oleh Ray Tomlinson. Memasuki era digital, surat mengalami transformasi besar dengan hadirnya email. Kini, pesan dapat dikirim dalam hitungan detik, menjangkau orang di belahan dunia manapun tanpa kendala waktu dan jarak. Namun, meski teknologi terus berkembang, surat dalam bentuk fisik tetap memiliki tempat istimewa di hati banyak orang, menyimpan kenangan dan emosi yang tak tergantikan.
Sahabat Al Lathif, melalui sejarah surat kita bisa belajar tentang bagaimana manusia selalu mencari cara untuk terhubung dan menyampaikan pesan. Dari piktograf hingga email, setiap bentuk surat memiliki ceritanya sendiri dan turut membentuk sejarah peradaban kita. Semoga artikel ini memberikan wawasan baru dan menghargai nilai sejarah dalam setiap surat yang kita tulis dan terima.