Adab Sebelum Ilmu, Membangun Fondasi Jiwa Anak yang Paling Utama (Bagian 1)

img

Kita hidup di zaman yang menuntut anak-anak kita menjadi serba bisa. Kita mendaftarkan mereka di berbagai kursus, membelikan buku-buku terbaik, dan bersorak paling kencang saat mereka membawa pulang nilai sempurna. Kita begitu fokus untuk membuat mereka menjadi anak yang pintar.

Namun, di tengah semua kesibukan itu, mari kita berhenti sejenak dan mengajukan sebuah pertanyaan yang lebih hening, namun jauh lebih dalam: sudahkah anak kita menjadi manusia yang baik? Sudahkah mereka memiliki adab?

Seringkali kita menganggap adab hanyalah pelengkap, sebuah pemanis. Padahal, para ulama terdahulu telah memberikan kita sebuah kompas yang tak lekang oleh waktu: "Pelajarilah adab sebelum mempelajari ilmu." Ini bukanlah sekadar slogan, melainkan sebuah kurikulum kehidupan yang paling fundamental.

 

Apa Sebenarnya Adab Itu? Jauh Lebih dari Sekadar Sopan Santun

 

Adab seringkali disempitkan maknanya menjadi sekadar etiket: mengucapkan "tolong", "terima kasih", dan "maaf". Tentu, itu adalah bagian darinya, tapi adab jauh lebih luas dan dalam dari itu.

Bayangkan ilmu itu seperti air hujan yang deras dan bermanfaat. Maka, adab adalah wadahnya yang indah dan kokoh. Tanpa wadah, air sebanyak apa pun akan tumpah berceceran, menjadi kotor, dan tidak bisa diminum. Begitu pula ilmu. Ilmu tanpa adab bisa menjadi liar, membuat pemiliknya sombong, gemar berdebat, dan merendahkan orang lain.

Adab adalah tentang menempatkan segala sesuatu pada tempatnya yang semestinya. Ia adalah tentang bagaimana kita bersikap kepada Allah, kepada Rasul-Nya, kepada orang tua, kepada guru, kepada teman, kepada yang lebih muda, bahkan kepada buku-buku dan ilmu itu sendiri. Adab adalah cerminan dari kondisi hati yang terwujud dalam perbuatan.

 

Mengapa Adab Harus Didahulukan?

 

Para ulama kita sangat menekankan hal ini bukan tanpa alasan. Mendahulukan adab adalah kunci dari segala kebaikan.

  • Kunci Keberkahan Ilmu. 

Imam Abdullah bin Al-Mubarak, seorang ulama besar, berkata, "Kami mempelajari adab selama tiga puluh tahun, dan kami mempelajari ilmu selama dua puluh tahun." Mereka paham bahwa dengan adab, ilmu yang sedikit pun akan menjadi berkah. Sebaliknya, ilmu yang banyak tanpa adab bisa menjadi sumber malapetaka. Adab membuat ilmu terasa manis dan menenangkan, bukan membuat gelisah dan membanggakan diri.

  • Cermin Keimanan yang Sejati. 

Rasulullah SAW diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Beliau tidak hanya dikenal karena kecerdasannya, tetapi justru karena keagungan adab dan akhlaknya. Maka, adab seorang anak adalah cerminan paling jujur dari imannya. Semakin baik adabnya, semakin dalam imannya meresap ke dalam jiwa.

  • Fondasi Hubungan Sosial yang Sehat. 

Di masyarakat, orang yang pintar mungkin akan dikagumi, tetapi orang yang beradab akan dicintai dan dihormati. Anak yang punya adab akan mudah menjalin pertemanan, dihormati oleh gurunya, dan disayangi oleh keluarganya. Adab adalah paspor terbaiknya untuk bisa diterima di lingkungan mana pun.

Kisah Ibunda dari Imam Malik bin Anas adalah contoh yang luar biasa. Saat mengantar Imam Malik kecil untuk belajar, sang Ibunda berpesan kepada anaknya, "Wahai anakku, datangilah gurumu, Rabi'ah, lalu pelajarilah adabnya sebelum engkau mengambil ilmunya."

 

Menjadi Teladan Adab

Di sinilah peran terbesar kita dimulai. Adab bukanlah pelajaran yang cukup diajarkan di dalam kelas. Adab tidak diajarkan, ia ditularkan. Anak-anak adalah peniru ulung, dan teladan pertama yang mereka lihat adalah kita, orang tuanya.

Rumah kita adalah madrasah adab yang pertama dan utama.

  • Bagaimana adab kita saat berbicara dengan orang tua kita di depan anak-anak?
  • Bagaimana adab kita saat menjawab telepon atau berbicara dengan orang yang membantu di rumah?
  • Apakah kita mengucapkan "tolong" dan "terima kasih" kepada pasangan dan anak-anak kita?
  • Bagaimana kita meletakkan dan memperlakukan Al-Qur'an dan buku-buku ilmu di rumah?

Anak-anak merekam semua itu. Mereka belajar lebih banyak dari apa yang kita lakukan daripada dari apa yang kita katakan. Menjadi orang tua yang beradab adalah proyek perbaikan diri seumur hidup, dan itulah warisan terbaik yang bisa kita berikan kepada mereka.

(Bersambung)

Setelah kita memahami betapa fundamentalnya adab, bagaimana cara kita menurunkannya menjadi kebiasaan praktis sehari-hari? Di Bagian 2, kita akan membahas contoh-contoh konkret pendidikan adab dalam keseharian: mulai dari adab makan, adab berbicara, adab di majelis ilmu, hingga adab terhadap guru. Sampai jumpa dalam pelajaran selanjutnya!