img
Di Balik Piala dan Peringkat, Mengapa 'Prestasi' Sejati Penting bagi Jiwa Anak (Bagian 1)

Ada sebuah perasaan hangat yang menjalar di dada kita saat melihat buah hati kita berhasil melakukan sesuatu. Saat ia pertama kali bisa membaca satu kalimat penuh, saat ia dengan bangga menunjukkan gambarannya yang penuh warna, atau saat ia berhasil mencetak gol di pertandingan sepak bola sekolah. Perasaan bangga itu murni, tulus, dan sangat manusiawi.

Namun, di era yang serba kompetitif ini, seringkali perasaan bangga yang murni itu tanpa sadar bergeser menjadi sebuah ambisi. Kita mulai melirik peringkat kelas, menghitung jumlah piala di lemari, dan membandingkan pencapaian anak kita dengan anak lain. Perlahan, "prestasi" hanya dimaknai sebagai kemenangan atas orang lain.

Di sinilah kita perlu berhenti sejenak dan bertanya pada diri sendiri: Sebenarnya, untuk apa anak kita berprestasi? Apakah hanya untuk koleksi piala dan sertifikat? Ataukah ada sesuatu yang jauh lebih dalam dan penting bagi pertumbuhan jiwa mereka?

 

Mendefinisikan Ulang Arti 'Prestasi'

 

Sebelum melangkah lebih jauh, mari kita luruskan dulu kompas kita. Di Al Lathif Islamic School, kami percaya bahwa prestasi sejati bukanlah tentang mengalahkan semua orang. Prestasi sejati adalah tentang mengalahkan versi diri kita yang kemarin.

Maka, "prestasi" bagi seorang anak bisa berarti banyak hal indah:

  • Saat ia yang pemalu, akhirnya berani mengangkat tangan untuk bertanya di kelas.
  • Saat ia yang mudah menyerah, terus berlatih sepeda hingga akhirnya bisa seimbang.
  • Saat hafalannya bertambah satu ayat setelah diulang puluhan kali dengan sabar.
  • Saat ia berhasil menyelesaikan sebuah proyek karya dari barang bekas dengan tekun.

Prestasi adalah tentang proses, perjuangan, kegigihan, dan pertumbuhan. Piala dan peringkat mungkin adalah bonus, tapi karakter yang terbentuk dalam perjalanannyalah hadiah utamanya.

 

Mengapa Perjuangan Meraih Prestasi Itu Penting?

 

Mendorong anak untuk melalui proses ini bukanlah untuk membebani mereka, melainkan untuk membekali mereka dengan "otot-otot" kehidupan yang tak ternilai.

  • Membangun Ketangguhan (Resilience): Jalan menuju keberhasilan tidak pernah mulus. Akan ada kegagalan, penolakan, dan rasa frustrasi. Dengan melewati semua itu, anak belajar bahwa jatuh bukanlah akhir dari segalanya. Ia belajar cara untuk bangkit kembali, membersihkan luka, dan mencoba lagi. Inilah resep utama dari pribadi yang tangguh.
  • Menemukan Jati Diri dan Passion: Dengan mencoba berbagai hal—olahraga, seni, sains, menghafal Qur'an—anak akan menemukan di mana percikan apinya berada. Ia akan mengenal apa yang ia sukai, apa kelebihannya, dan apa yang membuatnya merasa "hidup". Proses ini adalah perjalanan menemukan jati diri.
  • Belajar Disiplin dan Konsistensi: Tidak ada prestasi yang lahir dari kemalasan. Untuk menjadi ahli dalam sesuatu, ia harus belajar mengatur waktu, berlatih secara rutin, dan menunda kesenangan sesaat. Inilah fondasi dari etos kerja dan kedisiplinan yang akan ia bawa hingga dewasa.
  • Merasakan Manisnya Buah Ikhtiar: Perasaan puas dan bahagia setelah berhasil mencapai sesuatu lewat kerja keras adalah sebuah candu yang positif. Ini membangun rasa percaya diri yang otentik dari dalam, jauh lebih kokoh daripada kepercayaan diri yang dibangun dari pujian kosong.

 

Perspektif Langit: Prestasi Sebagai Bentuk Ibadah

 

Bagi seorang Muslim, mengejar prestasi memiliki dimensi yang lebih tinggi. Ia bisa menjadi ladang ibadah.

  • Sebagai Bentuk Syukur: Allah menitipkan setiap anak dengan potensi dan bakat yang unik. Mengasahnya hingga maksimal adalah salah satu cara terbaik untuk mensyukuri nikmat akal dan fisik yang telah Allah berikan.
  • Mewujudkan Sifat Itqan: Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk selalu itqan, yaitu bekerja dengan sungguh-sungguh, profesional, dan memberikan yang terbaik. "Sesungguhnya Allah mencintai jika seorang dari kalian bekerja, maka ia itqan dalam kerjanya." Sikap ini harus ditanamkan dalam segala hal, termasuk dalam belajar dan berkarya.
  • Untuk Memberi Manfaat (Manfaat): Puncak dari prestasi adalah ketika ia bisa membawa kebaikan bagi orang banyak. Seorang dokter yang berprestasi bisa menyelamatkan banyak nyawa. Seorang insinyur yang berprestasi bisa membangun infrastruktur yang bermanfaat. Seorang Hafidz Qur'an yang berprestasi bisa menjaga kemurnian Al-Qur'an dan mengajarkannya kepada umat.

Jadi, mendukung anak berprestasi bukanlah tentang memoles ego kita sebagai orang tua. Ini adalah tentang membantu mereka menunaikan amanah potensi dari Allah, membangun karakter mulia, dan mempersiapkan mereka untuk menjadi pribadi yang bermanfaat bagi peradaban.

(Bersambung)

Setelah kita paham 'mengapa'-nya, pertanyaan selanjutnya adalah 'bagaimana'-nya. Bagaimana cara kita sebagai orang tua mendukung tanpa menekan? Di mana garis tipis antara menjadi motivator dan menjadi diktator? Di Bagian 2, kita akan membahas seni menjadi 'suporter' terbaik bagi anak-anak kita dalam perjalanan prestasi mereka.