Adab Sebelum Ilmu, Panduan Praktis Menanamkan Adab Sehari-hari (Bagian 2)

img

Selamat datang kembali di madrasah terpenting di dunia, Ayah Bunda yaitu rumah kita sendiri.

Di Bagian 1, kita telah sepakat pada sebuah prinsip agung bahwa Adab adalah fondasi, ruh, dan wadah bagi ilmu. Kita juga sadar bahwa peran utama dalam menanamkan adab ini ada di pundak kita, sebagai teladan yang dilihat dan direkam oleh anak setiap saat.

Sekarang, mari kita tarik konsep besar ini ke dalam momen-momen kecil dalam keseharian. Karena adab bukanlah sebuah teori, ia adalah amalan. Ia adalah kebiasaan yang ditenun dari ratusan perbuatan kecil yang diulang-ulang dengan cinta dan kesabaran.

 

Di Meja Makan: Lebih dari Sekadar Kenyang

 

Meja makan adalah salah satu "kelas adab" pertama bagi seorang anak. Di sinilah ia belajar tentang rasa syukur, pengendalian diri, dan menghargai nikmat Allah.

  • Awali dan Akhiri dengan Doa: Biasakan untuk tidak menyentuh makanan sebelum seluruh anggota keluarga siap dan membaca Bismillah bersama. Akhiri dengan ucapan Alhamdulillah. Ini menanamkan kesadaran bahwa makanan di hadapan kita adalah rezeki dari-Nya.
  • Gunakan Tangan Kanan: Ajarkan sunnah sederhana ini sebagai sebuah kebiasaan mulia.
  • Tidak Mencela Makanan: Ini adalah adab yang sangat penting. Ajarkan anak, jika tidak suka suatu makanan, cukup dengan tidak memakannya. Tidak perlu mengucapkan, "Nggak enak!" atau "Aku benci sayur ini!". Ini melatih lisan untuk tidak mudah mengeluh dan mencela.
  • Tidak Meniup yang Panas: Ajarkan untuk bersabar menunggu makanan atau minuman menjadi lebih hangat, sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW.
  • Ambil yang Terdekat: Melatih untuk tidak egois dan mengambil makanan yang berada di hadapan kita terlebih dahulu.

 

Dalam Berbicara: Menjaga Lisan, Menjaga Hati

 

Lisan adalah pedang bermata dua. Ia bisa menjadi sumber pahala tak terhingga, atau dosa yang terus mengalir. Mengajarkan adab berbicara adalah menjaga masa depan anak kita.

  • Berkata Baik atau Diam: Tanamkan hadis fundamental ini. Jika tidak ada hal baik untuk diucapkan, diam adalah pilihan yang lebih selamat.
  • Suara yang Lembut: Biasakan anak untuk berbicara dengan nada yang lembut dan hormat, terutama kepada orang tua dan yang lebih tua. Hindari berteriak-teriak di dalam rumah.
  • Jangan Memotong Pembicaraan: Ajari ia untuk sabar menunggu orang lain selesai berbicara sebelum ia mulai mengutarakan pendapatnya.
  • Minta Izin: Biasakan kata "permisi", "maaf", atau "bolehkah aku bertanya?" sebelum menyela atau bertanya.

 

Terhadap Guru dan Ilmu: Kunci Terbukanya Pintu Keberkahan

 

Inilah inti dari "Adab Sebelum Ilmu". Sikap seorang anak terhadap guru dan proses belajarnya akan menentukan seberapa berkah ilmu yang ia dapatkan.

  • Mendoakan Para Guru: Ajak anak untuk sesekali mendoakan guru-gurunya setelah shalat. "Ya Allah, sehatkanlah Ustadz Fulan, dan berkahilah ilmunya." Ini menumbuhkan rasa cinta dan hormat.
  • Jangan Berbicara Buruk Tentang Guru: Ini adalah tugas kita sebagai orang tua. Sekalipun kita memiliki kritik terhadap seorang guru, sampaikan langsung ke pihak sekolah. Jangan pernah membicarakannya di depan anak, karena itu akan meruntuhkan rasa hormatnya dan menutup pintu keberkahan ilmunya.
  • Mendengarkan dengan Saksama: Ajarkan pentingnya fokus dan menyimak saat guru menerangkan.
  • Merawat Buku dan Alat Tulis: Ajari ia bahwa buku adalah sumber ilmu yang harus dijaga dan diletakkan di tempat yang mulia, bukan untuk dicoret-coret atau dilempar.

 

Cara Menegur: Dengan Cinta, Bukan dengan Amarah

 

Anak-anak pasti akan berbuat salah. Cara kita menegur akan menentukan apakah adab itu akan tumbuh subur atau justru layu karena takut.

  • Teladan Adalah Nasihat Terbaik: Cara terbaik mengajarkan adab adalah dengan mempraktikkannya. Anak yang sering mendengar orang tuanya berkata "tolong" akan lebih mudah mengucapkannya.
  • Tegur Secara Personal: Jika ia berbuat salah, panggil dan nasihati secara pribadi, bukan dengan berteriak di depan orang banyak yang akan mempermalukannya.
  • Gunakan Kalimat Lembut: Alih-alih, "Jangan lari-lari!", coba katakan, "Sayang, berjalan di dalam rumah lebih aman, ya."
  • Sabar dan Konsisten: Menanamkan adab adalah proses seumur hidup. Butuh pengulangan, kesabaran, dan konsistensi dari kita sebagai orang tua.

 

Kita mungkin tidak bisa mewariskan harta yang melimpah kepada anak-anak kita. Namun, kita bisa mewariskan sesuatu yang jauh lebih berharga, yang akan menjaga mereka di dunia dan di akhirat: adab dan akhlak yang mulia.

Tujuan kita bukanlah membentuk robot yang kaku, melainkan menumbuhkan jiwa-jiwa yang indah. Generasi yang mungkin tidak selalu menjadi yang terpintar di dalam ruangan, tetapi selalu menjadi yang paling menenangkan dan paling dicintai karena keindahan adabnya. Itulah warisan sejati seorang pendidik, baik sebagai guru maupun sebagai orang tua.