Belajar Seni Mengendalikan Amarah dari Manusia Terbaik, Rasulullah SAW

img

Pernahkah Ayah Bunda merasakannya? Panas yang tiba-tiba menjalar di dada, rahang yang mengeras, dan tangan yang terkepal. Mungkin pemicunya sepele: segelas kopi tumpah di baju kerja yang baru disetrika, anak yang tidak sengaja memecahkan barang kesayangan, atau macet total saat kita sedang terburu-buru.

Amarah. Ia adalah emosi yang sangat manusiawi, sangat kuat, dan seringkali, sangat destruktif. Dalam hitungan detik, ia bisa membuat kita mengucapkan kata-kata yang kita sesali seumur hidup atau melakukan tindakan yang melukai orang yang paling kita cintai.

Kita sering berpikir bahwa menjadi orang yang sabar berarti tidak pernah marah. Padahal, itu keliru. Menjadi orang yang kuat imannya bukan berarti bebas dari emosi. Justru, kekuatan sejati terletak pada kemampuan untuk mengendalikan emosi tersebut saat ia datang bertamu. Dan untuk seni ini, tidak ada guru yang lebih hebat dari teladan kita, Rasulullah SAW.

 

Amarah Bukan Musuh, Tapi Perlu Dikendalikan

 

Pertama, mari kita ubah cara pandang kita. Amarah bukanlah musuh yang harus dimusnahkan. Anggaplah ia sebagai alarm kebakaran di dalam diri kita. Alarm itu berbunyi karena ada sesuatu yang "panas"—mungkin sebuah ketidakadilan, batas diri yang dilanggar, atau rasa frustrasi yang memuncak.

Rasulullah SAW pun merasakan emosi. Wajah beliau memerah saat melihat sahabatnya melakukan hal yang tidak pantas. Namun, beliau adalah master dalam mengelola "alarm" tersebut. Beliau tidak membiarkan api amarah membakar dirinya atau sekitarnya. Beliau mengendalikannya. Inilah yang membedakan orang kuat dengan orang lemah, seperti dalam sabdanya yang masyhur:

"Orang yang kuat bukanlah dia yang pandai bergulat, tetapi orang yang kuat adalah dia yang mampu mengendalikan dirinya saat marah." (HR. Bukhari & Muslim)

Jadi, pertanyaannya bukan "bagaimana agar tidak pernah marah?", melainkan "apa yang harus aku lakukan saat amarah datang?".

 

"Resep" Anti-Marah ala Rasulullah SAW

 

Rasulullah SAW tidak hanya memberi teori, beliau memberikan resep praktis, sebuah toolkit spiritual dan psikologis yang brilian untuk meredam amarah.

1. Jurus Pertama: Ganti Posisi Tubuh 

Ini adalah P3K (Pertolongan Pertama Pada Kemarahan) yang paling mudah. Rasulullah SAW bersabda, "Apabila salah seorang di antara kalian marah saat berdiri, hendaklah ia duduk. Jika marahnya tidak hilang juga, hendaklah ia berbaring." (HR. Abu Dawud). Jurus ini sangat jenius. Mengubah posisi tubuh secara drastis akan memutus siklus fisiologis amarah, mengendurkan otot yang tegang, dan memberi jeda bagi otak untuk berpikir jernih.

2. Jurus Kedua: Basuh dengan Air Wudhu 

"Sesungguhnya amarah itu dari setan, dan setan diciptakan dari api. Api hanya bisa dipadamkan dengan air, maka jika salah seorang dari kalian marah, hendaklah ia berwudhu." (HR. Abu Dawud). Air wudhu yang dingin tidak hanya menyegarkan fisik, tapi juga berfungsi sebagai "reset" spiritual. Ia mengingatkan kita untuk kembali suci, kembali tenang, dan kembali kepada Allah.

3. Jurus Ketiga: Kunci Mulut dengan Diam 

Berapa banyak penyesalan yang lahir dari lisan yang tak terkendali saat marah? Rasulullah SAW memberi solusi paling ampuh: "Jika salah seorang dari kalian marah, hendaklah ia diam." (HR. Ahmad). Diam memberi kita waktu. Waktu untuk tidak memperkeruh suasana, waktu untuk berpikir, dan waktu untuk mencegah luka hati yang mungkin tak akan bisa sembuh sempurna.

4. Jurus Keempat: Mohon Perlindungan (Ta'awudz) 

Amarah yang meledak-ledak seringkali didorong oleh bisikan setan. Maka, lawanlah dengan memohon perlindungan kepada Allah. Ucapkan "A'uudzu billaahi minasy-syaithaanir-rajiim" (Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk). Dengan ini, kita mengakui kelemahan kita dan memohon kekuatan dari Yang Maha Kuat.

 

Mengajarkan "Resep" Ini pada Anak-Anak Kita

 

Anak-anak kita juga merasakan amarah yang sama besarnya. Tugas kita adalah menjadi pelatih mereka.

  • Jadilah Teladan Nyata

Saat kita merasa marah, coba praktikkan jurus-jurus ini di depan mereka. Katakan, "Ayah lagi marah sekali. Ayah mau duduk dan diam dulu sebentar ya."

  • Validasi Perasaannya

Akui emosi mereka. "Bunda lihat kamu marah sekali ya karena mainanmu rusak."

  • Kenalkan "Jurus" Versi Anak

Ajak mereka untuk "mendinginkan kepala" dengan mencuci muka, minum air putih, atau pindah ke "pojok tenang".

  • Ajarkan Kata Ajaib

Biasakan mereka untuk beristighfar atau mengucapkan ta'awudz saat mulai kesal.

  • Bicara Setelah Badai Reda

Saat mereka sudah tenang, peluk dan ajak bicara. Diskusikan apa yang membuatnya marah dan apa yang bisa dilakukan lain kali jika perasaan itu datang lagi.

Pada akhirnya, mengendalikan amarah adalah sebuah perjalanan jihad melawan hawa nafsu kita sendiri. Dengan meneladani cara Rasulullah SAW, kita tidak hanya menyelamatkan hubungan kita dengan orang-orang di sekitar, tetapi juga meningkatkan kualitas iman kita. Kita sedang belajar menjadi manusia kuat yang sesungguhnya.