08.00 - 16.00
Senin - Jumat
Bayangkan! Lima tahun dari sekarang, anak kita yang sudah remaja sedang mendaftar beasiswa impiannya. Formulir sudah diisi, nilai rapor sudah dilampirkan, esai sudah ditulis dengan sempurna. Lalu, panitia seleksi melakukan satu hal yang sangat lumrah di zaman sekarang, mereka mengetik nama anak kita di mesin pencari.
Apa yang akan mereka temukan? Apakah sebuah foto saat ia memenangkan lomba debat di sekolah? Atau sebuah komentar marah-marah dengan bahasa yang tidak pantas di kolom komentar sebuah akun gosip lima tahun yang lalu? Apakah sebuah video saat ia berbagi tips belajar yang bermanfaat? Atau sebuah status galau penuh keluh kesah yang bisa diakses oleh publik?
Selamat datang di era di mana masa lalu kita tidak pernah benar-benar berlalu. Selamat datang di dunia "jejak digital"—sebuah CV tak terlihat yang terus kita tulis setiap hari, yang bisa diakses oleh siapa saja, dan akan memengaruhi masa depan kita dengan cara yang tak pernah kita duga.
Sederhananya, jejak digital adalah semua rekam jejak aktivitas yang kita tinggalkan saat menggunakan internet. Sama seperti jejak kaki di pasir pantai, kita meninggalkannya di setiap tempat yang kita kunjungi di dunia maya. Bedanya, jejak di pasir bisa terhapus oleh ombak, sementara jejak digital seringkali permanen.
Ada dua jenis jejak yang perlu anak kita pahami:
Gabungan dari jejak aktif dan pasif inilah yang membentuk sebuah gambaran utuh tentang siapa diri kita di mata dunia digital.
Banyak remaja berpikir bahwa dunia maya adalah ruang bebas untuk berekspresi. Padahal, dindingnya terbuat dari kaca dan memorinya abadi. Mengajarkan anak untuk peduli pada jejak digitalnya sama pentingnya dengan mengajarkan mereka untuk menabung. Ini adalah investasi untuk masa depan.
Bagi kita di Al Lathif Islamic School, ada satu lapisan makna yang lebih dalam. Islam mengajarkan kita bahwa setiap perbuatan, ucapan, dan bahkan niat kita akan dicatat oleh malaikat Raqib dan 'Atid. Tidak ada yang luput dari pengawasan Allah.
Di era digital, konsep ini menjadi sangat nyata dan mudah dipahami. Anggap saja server internet adalah Lauhul Mahfuz versi mini. Setiap ketikan jari kita adalah "amal" yang sedang kita catat sendiri.
Mengajarkan anak tentang jejak digital dari sudut pandang ini akan menumbuhkan muraqabah—rasa senantiasa diawasi oleh Allah. Mereka akan berpikir ribuan kali sebelum memposting sesuatu, bukan karena takut pada manusia, tapi karena sadar akan pertanggungjawabannya di hadapan Sang Pencipta.
Sekarang kita sadar betapa penting dan seriusnya jejak digital ini. Pertanyaannya, bagaimana cara kita mengelolanya? Bagaimana cara "membersihkan" jejak yang terlanjur kurang baik dan mulai membangun jejak baru yang positif dan membanggakan?
(Bersambung)
Di Bagian 2, kita akan membahas langkah-langkah praktis dan strategis untuk menjadi arsitek dari jejak digital kita sendiri, mengubahnya dari sumber kecemasan menjadi portofolio kebanggaan. Sampai jumpa!
Mengembangkan Kecerdasan Anak Menuju Generasi Qur’ani Yang Berakhlak Mulia Dan Berwawasan Global Untuk Memenuhi Peran Mereka Sebagai Khalifah Di Muka Bumi.
> Read More