08.00 - 16.00
Senin - Jumat
Ayah / bunda mungkin pernah merenung, apa gerangan yang membuat seorang anak merasa nyaman untuk membuka diri dan menceritakan segala hal kepada orang tuanya? Apakah itu mainan mahal, liburan mewah, atau nasihat-nasihat bijak yang kita sampaikan? Ternyata, "rahasia" itu mungkin jauh lebih sederhana dari yang kita bayangkan. Intinya terletak pada satu hal fundamental: mendengarkan dengan hati, bukan hanya telinga.
Mengapa demikian? Mari kita telaah lebih dalam.
Bayangkan diri Anda sedang berbicara kepada seseorang yang sibuk dengan ponselnya, atau yang sesekali menyahut tanpa benar-benar memahami apa yang Anda katakan. Bagaimana perasaan Anda? Tentunya, Anda akan merasa diabaikan, tidak dihargai, dan enggan untuk melanjutkan pembicaraan. Begitu pula dengan anak-anak.
Mendengarkan aktif bukan sekadar mendengar kata-kata yang terucap, tetapi melibatkan kehadiran penuh secara fisik dan emosional. Tindakan sederhana ini memiliki dampak yang luar biasa:
Lalu, bagaimana cara mempraktikkan seni mendengarkan aktif ini?
Langkah #1: Berikan Perhatian Penuh.
Ini adalah fondasi dari mendengarkan aktif. Ketika anak berbicara, sisihkan segala distraksi yang ada. Letakkan ponsel Anda, hentikan pekerjaan lain sejenak, dan tatap mata anak saat ia berbicara. Tindakan sederhana ini menunjukkan bahwa Anda hadir sepenuhnya dan fokus pada apa yang ia sampaikan. Kehadiran Anda secara utuh adalah sinyal kuat bahwa Anda menghargai perkataannya.
Langkah #2: Validasi Perasaannya.
Seringkali, respons alami kita adalah menenangkan atau bahkan meremehkan perasaan anak. Misalnya, saat anak menangis karena mainannya rusak, kita mungkin berkata, "Sudahlah, jangan sedih, nanti dibelikan lagi." Meskipun niatnya baik, kalimat ini bisa membuat anak merasa perasaannya tidak valid. Cobalah untuk mengatakan, "Aku mengerti kamu merasa sedih karena mainan kesukaanmu rusak." Kalimat ini mengakui dan memvalidasi emosi yang sedang dirasakan anak, membuatnya merasa dipahami.
Langkah #3: Ajukan Pertanyaan Terbuka.
Pertanyaan tertutup yang hanya membutuhkan jawaban "ya" atau "tidak" cenderung menghentikan percakapan. Sebaliknya, ajukan pertanyaan terbuka yang mendorong anak untuk bercerita lebih banyak. Daripada bertanya, "Kamu baik-baik saja?", cobalah bertanya, "Apa yang terjadi?" atau "Bagaimana perasaanmu tentang itu?". Pertanyaan-pertanyaan ini mengundang anak untuk menguraikan pemikiran dan perasaannya dengan lebih detail.
Sebagai umat Muslim, kita memiliki teladan terbaik dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam berinteraksi dengan anak-anak. Rasulullah SAW senantiasa mendengarkan para sahabat dan anak-anak dengan penuh perhatian. Beliau memberikan waktu dan fokusnya, menunjukkan betapa pentingnya setiap individu, tanpa memandang usia. Sikap beliau yang penuh empati dan perhatian adalah contoh nyata bagaimana mendengarkan dengan hati dapat membangun hubungan yang kuat dan penuh kasih sayang.
Ketika kita secara konsisten mempraktikkan mendengarkan aktif, dampaknya akan terasa dalam jangka panjang:
Jadi, sudah siapkah Anda membuka "gerbang hati" anak Anda dengan seni mendengarkan aktif? Ingatlah, terkadang, yang paling mereka butuhkan bukanlah jawaban atau solusi instan, melainkan kehadiran dan perhatian tulus dari orang yang mereka cintai.
Mengembangkan Kecerdasan Anak Menuju Generasi Qur’ani Yang Berakhlak Mulia Dan Berwawasan Global Untuk Memenuhi Peran Mereka Sebagai Khalifah Di Muka Bumi.
> Read More