img
Kurikulum Merdeka ala Nadiem, Tak Ada Lagi Jurusan IPA-IPS di SMA

Jakarta, CNN Indonesia — Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim meluncurkan Kurikulum Merdeka pada Jumat (11/2) lalu.
Nadiem mengklaim kurikulum tersebut bisa menciptakan kegiatan belajar menjadi lebih fleksibel. Beberapa opsi ditawarkan Nadiem dalam kurikulum ini.

Opsi pertama, sekolah akan diberikan kebebasan dalam menentukan kurikulum sesuai dengan kesiapannya masing-masing. Sekolah, kata dia, diperbolehkan tetap menggunakan kurikulum 2013 bila belum merasa nyaman melakukan perubahan.

“Tidak dipaksakan sama sekali, tidak perlu khawatir lagi bahwa sekolah-sekolah ganti menteri ganti kurikulum,” ujar Nadiem.

Opsi kedua, Nadiem mengimbau sekolah yang ingin melakukan transformasi namun belum siap dengan perubahan besar, diperkenankan memilih kurikulum darurat.

Dan opsi terakhir, sekolah yang menginginkan dan siap dengan perubahan, diperbolehkan menggunakan kurikulum merdeka.

“Kurikulum ini adalah opsi, pilihan. Karena kita sudah sangat sukses dengan kurikulum darurat, kita menggunakan filsafat yang sama, ini pilihan bagi sekolah mengikuti pilihannya masing-masing,” tutur Nadiem.

Di sisi lain, Nadiem menilai kurikulum 2013 masih memiliki sejumlah kelemahan dalam penerapannya selama ini. Melalui Kurikulum Merdeka, kegiatan belajar mengajar dapat lebih fleksibel bagi satuan pendidikan.

“Pada saat ini kurikulum yang digunakan dalam skala nasional ada beberapa kelemahan yang sudah kita identifikasi. Sebenarnya ini bukan satu hal yang baru,” kata Nadiem.

Nadiem mengklaim salah satu keunggulan Kurikulum Merdeka ini adala tidak adanya program peminatan bagi siswa pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). Siswa SMA, kata dia, kini bisa memilih mata pelajaran sesuai dengan minat dan aspirasinya di dua tahun terakhir sekolah.

“Dia tidak terkotak kotak kepada misalnya IPA atau IPS saja. Mereka bisa memilih sebagian IPA, materi pelajaran IPA, sebagian IPS,” kata Nadiem.

Kebebasan memilih, ucap dia, tidak hanya diberikan kepada siswa saja, melainkan juga kepada guru serta sekolah.

Dia menjelaskan, guru akan diberikan hak untuk maju atau mundur di dalam suatu fase kurikulum dengan menyesuaikan tahap pencapaian dan perkembangan murid-murid.

“Karena guru itu terpaksa untuk terus maju tanpa memikirkan siapa yang ketinggalan. Jadi guru ini bisa memilih kalau misalnya guru itu merasa dia mau lebih cepat itu bisa, kalau guru itu merasa dia mau pelan-pelan sedikit untuk memastikan tidak ada [murid] yang ketinggalan juga bisa,” ujar Nadiem.

Tak hanya itu, keunggulan lain kurikulum merdeka ini sekolah bisa memilih untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan karakteristik sekolah masing-masing. Kebebasan memilih ini membuktikan bahwa Kurikulum Merdeka tidak akan membelenggu otonomi sekolah.