08.00 - 16.00
Senin - Jumat
Pernahkah Anda berada di posisi "panas dingin" ini?
Di tengah supermarket yang ramai, atau di acara keluarga yang khidmat, tiba-tiba si Kecil menjatuhkan diri ke lantai. Ia menangis histeris, menendang-nendang, dan berteriak sekuat tenaga hanya karena hal sepele—seperti tidak dibelikan permen atau mainannya diambil.
Mata orang-orang mulai tertuju pada Anda. Tatapan mereka seolah menghakimi: "Duh, itu anaknya kok enggak dididik sih?" atau "Berisik sekali, orang tuanya ngapain aja?"
Di detik itu, rasa malu bercampur dengan emosi. Rasanya ingin segera membungkam tangisan itu, atau malah ikut terpancing marah dan membentak.
Tunggu dulu, Ayah Bunda.
Sebelum Anda merasa gagal mendidik anak, atau sebelum amarah itu meledak, tarik napas dalam-dalam. Istighfar sejenak. Apa yang sedang terjadi pada anak Anda sebenarnya bukanlah tanda pembangkangan, dan bukan pula tanda bahwa ia adalah anak yang "nakal".
Jika Anda memahami apa yang sebenarnya terjadi di dalam otak mungil mereka saat tantrum, cara pandang Anda akan berubah 180 derajat. Tulisan ini mungkin akan menyelamatkan hubungan emosional Anda dengan si Kecil di masa depan.
Secara logis dan ilmiah, anak usia dini belum memiliki kemampuan mengelola emosi seperti orang dewasa. Bagian otak yang bertugas berpikir logis dan menenangkan diri (prefrontal cortex) mereka masih dalam tahap konstruksi.
Saat tantrum, otak emosi mereka (amygdala) sedang membajak seluruh sistem. Mereka merasa kewalahan (overwhelmed) oleh perasaan kecewa, lelah, atau marah yang tidak bisa mereka bahasakan.
Jadi, saat mereka berteriak, itu bukan manipulasi. Itu adalah teriakan minta tolong yang jujur: "Bunda, Ayah, aku bingung sama perasaanku sendiri, tolong bantu aku!"
Sebagai orang tua Muslim, kita tentu ingat bagaimana Rasulullah SAW memperlakukan anak-anak. Beliau tidak pernah memukul atau membentak anak yang sedang rewel. Bahkan saat sujud beliau dinaiki oleh cucunya, beliau memperlama sujudnya karena tidak ingin memburu-buru si kecil. Itu adalah bentuk validasi dan kasih sayang (rahmah).
Memarahi anak yang sedang tantrum ibarat menyiram bensin ke dalam api. Bukannya padam, apinya malah makin besar. Dalam Islam, menahan amarah (kadzimul ghaizh) adalah kunci. Anak adalah amanah, dan cara kita merespons "kenakalan" mereka akan membentuk karakter mereka kelak.
Lantas, apa yang harus dilakukan saat "badai" itu datang? Jangan panik, coba terapkan rumus 3L ini:
1. Lihat (Observasi)
Pastikan anak aman. Jangan tinggalkan mereka sendirian di ruangan. Kehadiran fisik Anda memberi sinyal kuat: "Ayah/Bunda ada di sini, kamu aman."
2. Label (Namai Perasaannya)
Alih-alih berkata "Diam! Jangan nangis!", cobalah turunkan posisi tubuh sejajar dengan matanya, lalu katakan dengan lembut: "Adik marah ya karena mainannya diambil? Sedih ya karena enggak boleh beli es krim?"
Saat anak merasa perasaannya dimengerti (divalidasi), intensitas emosinya akan turun drastis. Mereka merasa didengar, dan itulah yang mereka butuhkan.
3. Lakukan Koneksi (Peluk)
Jika memungkinkan, peluk mereka. Pelukan merangsang hormon oksitosin yang menenangkan. Jika mereka menolak disentuh karena masih emosi, cukup duduk diam di dekatnya dan tunggu sampai badainya reda. Setelah tenang, barulah beri nasihat dengan bahasa yang logis dan penuh kasih.
Ayah Bunda, tantrum sejatinya adalah kesempatan emas.
Ini adalah momen di mana kita mengajarkan anak tentang regulasi diri. Jika kita merespons dengan teriakan, kita hanya mengajarkan bahwa "kalau marah, cara menyelesaikannya adalah dengan teriak."
Tapi jika kita merespons dengan tenang, kita mengajarkan mereka bahwa emosi itu valid, boleh dirasakan, tapi harus dikelola dengan baik. Kita sedang membangun fitrah mereka agar tumbuh menjadi pribadi yang matang secara emosional.
Menghadapi tantrum memang melelahkan dan menguji kesabaran. Tidak ada orang tua yang sempurna, dan itu wajar. Yang penting adalah kemauan kita untuk terus belajar memahami bahasa cinta mereka. Ingatlah, perilaku "buruk" anak seringkali hanyalah kebutuhan yang tidak terpenuhi. Penuhi tangki cintanya, dengarkan suaranya, dan bimbinglah dengan adab yang baik.
Ingin buah hati Anda tumbuh dalam lingkungan pendidikan yang mengedepankan adab dan pemahaman emosional sesuai fitrah Islam?
Al Lathif Islamic School hadir sebagai mitra Ayah Bunda dalam mendidik generasi Qur'ani yang cerdas secara akal dan matang secara emosional. Mari bersinergi untuk masa depan ananda.
Mengembangkan Kecerdasan Anak Menuju Generasi Qur’ani Yang Berakhlak Mulia Dan Berwawasan Global Untuk Memenuhi Peran Mereka Sebagai Khalifah Di Muka Bumi.
> Read More